Oleh: Moh Thowaf, Mahasiswa Sosiologi UNUSIA Jakarta
Dalam fenomena sosial, didapati fakta bahwa manusia atau sekumpulan manusia akan selalu berkembang. Sifat yang niscaya ini berangkat dari kemampuan manusia untuk berpikir. Karena kemampuan ini, manusia selalu berusaha menemukan cara baru dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Dalam konsep dunia hewan, sebenarnya juga ada perubahan, namun itu karena dorongan naluri untuk bertahan hidup saja. Manusia berubah bukan hanya karena ingin bertahan hidup, tapi juga karena menginginkan hal-hal mudah dalam hidupnya.
Masyarakat selalu bergerak, berkembang, dan berubah. Dinamika masyarakat ini terjadi bisa karena faktor internal yang melekat dalam diri masyarakat itu sendiri, dan bisa juga karena faktor lingkungan eksternal. Narwoko mengatakan bahwa ada banyak perspektif teori yang menjelaskan tentang perubahan sosial, misalnya perspektif teori sosiohistoris, struktural fungsional, struktural konflik, dan psikologi sosial (Narwoko 2004, 365).
Pemikiran Narwoko itu sejalan dengan konsep perubahan yang sedang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Belum lama ini presiden Jokowi telah mewacanakan perubahan yang sangat besar, yaitu dengan membangun Ibu Kota Negara (IKN) yang baru. IKN ini bukan hanya simbol pemerataan ekonomi sebagaimana yang dikehendaki Jokowi, tapi juga merupakan sebuah bentuk perubahan sosial besar-besaran.
Dalam proses pembangunan IKN itu, sempat ada pesimisme. Maklum saja, dunia baru mendapatkan bencana pandemi Covid-19. Proses pembangunan IKN sempat terhenti, sebab dana pembangunan tersedot untuk menangani Covid-19. Namun setelah Covid-19 melandai, pembangunan IKN itu kembali dilakukan.
Presiden Jokowi bahkan menyatakan optimistis bahwa pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan timeline yang telah direncanakan. Optimisme Presiden tersebut berangkat dari pengalaman pemerintah dalam membangun sejumlah infrastruktur besar, termasuk Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo yang memiliki banyak tantangan.
Bandara itu sewaktu diwacanakan seolah-olah tidak akan rampung karena banyaknya kendala di lapangan. Namun dengan kegigihan banyak pihak, akhirnya bandara tersebut selesai juga. Hal itulah yang membuat pemerintah memiliki rasa optimisme untuk terus melanjutkan pembangunan IKN, meski banyak hambatannya.
Menurut Weber problem ekonomi dan sumber daya manusia ini bisa dipecahkan dengan menggunakan sistem otoritas legal atau kepemimpinana legal. Ritzer berpendapat bahwa kekuasaan atau kepemimpinan adalah probabilitas (peluang bahwa sesuatu akan terjadi) suatu perintah tertentu yang akan dipenuhi oleh sekelompok orang (Ritzer 2008, 140).
Oleh sebab itu, kepemimpinan yang tegas seperti yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi telah membuat sebuah perubahan besar dengan memindahkan ibu kota. Ini memang bukan ide baru, namun hanya Presiden Jokowi yang benar-benar serius merealisasikannya. Karena ketegasan seorang pemimpin itulah perubahan sosial bisa dilakukan. Pemindahan ibu kota baru bukan perkara sepela. Sebelumnya Jokowi telah melakukan banyak pendekatan politik agar rencana itu terlaksana. Misalnya dengan membagi-bagi kue kekuasaan ke partai politik.
Pemikiran Max Weber hampir sama dengan pemikiran Dahrendorf, tetapi Weber lebih melihat otoritas kepemimpinan, lebih dalam pengertian kemampuan untuk mempengaruhi tindakan dan pikiran. Oleh sebab itu pemikiran Weber ini sesuai dengan isu pemindahan ibu kota yang didasarkan pada etos kepemimpinan seorang Jokowi.
Rencana pemindahan IKN Nusantara merupakan sebuah upaya proses percepatan pembangunan, pemerataan, dan pemberdayaan kawasan Indonesia Timur. Penetapan IKN diharapkan dapat sebagai katalis untuk menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru di Pulau Kalimantan dan Wilayah Indonesia Timur secara umum. Inilah yang mendorong Jokowi untuk menyegerakan pembangunan, agar masyarakat setempat bisa ikut tumbuh perekonomiannya.
Sebelumnya telah banyak pula landasan hukum yang dipersiapkan. Tujuannya, agar kelak siapapun yang jadi presidennya, IKN tetap wajib dibangun. Dalam proses perencanaan dan pembangunan IKN tersebut, dalam lampiran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara disebutkan bahwa salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah tingkat inklusivitas, dalam hal ini adalah pengikutsertaan peran masyarakat setempat sebagai pelaku utama pembangunan.
Kesepakatan untuk membuat UU IKN itu juga menjadi indikasi bahwa Jokowi telah banyak melakukan lobi politik, sehingga UU IKN itu dengan mudah diketok di DPR. Proses ini juga menunjukkan bahwa etos kepemimpinan tadi mampu mempengaruhi jajaran kekuatan lain, yang bakan semestinya menjadi pengawas bagi jalannya pemerintahan.
Untuk memahami perubahan yang sedang diupayakan di Kalimantan Tengah itu, perlu dipahamai lebih dulu tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
1. Faktor Penyebab Perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat terjadi karena masyarakat tersebut menginginkan perubahan. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya dorongan dari luar sehingga masyarakat secara sadar ataupun tidak akan mengikuti perubahan. Perubahan itu pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu faktor acak dan faktor sistematis. Faktor acak meliputi iklim, cuaca, atau karena adanya kelompok-kelompok tertentu.
Sementara faktor sistematis adalah faktor perubahan sosial yang disengaja dibuat. Keberhasilan faktor sistematis ditentukan oleh pemerintahan yang stabil dan fleksibel, sumber daya yang cukup, dan organisasi sosial yang beragam. Jadi, perubahan sosial biasanya merupakan kombinasi dari faktor sistematis dengan beberapa faktor acak.
Dengan demikian, jika megacu pada perpindahan ibu kota, dapat dipahami bahwa faktor penyebabnya sebenarnya adalah sistematis. Yang membuatnya acak barangkali ada lokasi tempat ibu kota baru itu berada.
Pada dasarnya kebulatan tekad untuk memindahkan ibu kota itu karena didasari oleh keinginan bersama sebagian besar masyarakat untuk menyambut perubahan tersebut. Jika mayoritas masyarakat tidak menghendaki perubahan tersebut, maka pemindahan ibu kota tidak akan terjadi. Masyarakat secara sadar memahami risiko dan kuntungan dari perpindahan ibu kota negara.
Selain itu, tentu saja ada faktor luar yang mempengaruhi perubahan sosial dengan memindahkan ibu kota itu. Faktor luar ini juga sudah menjadi pertimbangan sebelum perpindahan ibu kota dilakukan.
Menurut Soerjono Soekanto, adanya faktor-faktor intern (dari dalam masyarakat) dan ekstern (dari luar masyarakat) yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat.
Faktor intern meliputi perubahan penduduk, penemuan-penemuan baru, konflik dalam masyarakat, dan pemberontakan (revolusi) dalam tubuh masyarakat. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor alam yang ada di sekitar masyarakat berubah, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Dua hal yang mempengaruhi perubahan itu juga menjadi dasar dari perubahan ibu kota. Misalnya dari faktor masyarakat sekitar Kalimantan dan Indonesia timur pada umumnya, yang tertinggal dibanding masyarakat di Jawa. Sementara faktor eksternalnya, karena kondisi Jakarta sebagai ibukota sudah tidak memungkinkan lagi. Jakarta telah mengalami masalah yang tak bisa diselesaikan.
Misalnya masalah kemacetan, banjir, polusi, turunnya permukaan tanah, gempa dan banyak bencana alam lainnya, memaksa pemerintah untuk membuat langkah perubahan.
IKN secara fisik memang sedang dibangun. Namun sejalan dengan penyiapan infrastruktur IKN, hal yang penting lainnya, yaitu penyiapan SDM masyarakat lokal yang berkualitas. Ini penting dilakukan agar masyarakat di sekitar ibu kota baru tidak mengalami kesenjangan sosial yang sangat jauh. Sebab para pegawai negeri yang dipindah ke wilayah baru tentu saja kelompok yang lebih mapan dari segi ekonomi, dan lebih berpendidikan tinggi.
Jika masyarakat sekitar tidak ditingkatkan SDMnya, IKN juga mengalami masalah pengelolaan. Sebab selain pegawai negeri dan aparat keamanan yang diboyong ke sana, diperlukan juga tenaga bantuan dari warga lokal untuk melengkapi kebutuhan para pendatang.
Dengan akan hadirnya pendatang ke IKN Nusantara, tenaga kerja lokal diharapkan dapat mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar. Hal itu terjadi apabila mereka dibekali dengan skill yang cukup. Jangan sampai warga di sekitar lokasi ibu kota baru tetap tertinggal meskipun ibu kota sudah pindah ke daerah mereka.
2. Faktor pendorong perubahan sosial adalah faktor yang mempercepat perubahan sosial. Faktor tersebut meliputi kontak dengan masyarakat lain, difusi dalam masyarakat, difusi antar-masyarakat, sistem pendidikan yang maju, sikap ingin maju, toleransi, sistem stratifikasi sosial terbuka, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan terhadap kondisi kehidupan, orientasi ke masa depan, nilai yang menyatakan bahwa manusia harus berusaha memperbaiki nasibnya, disorganisasi dalam keluarga, dan sikap mudah menerima hal-hal baru.
Faktor ini sebenarnya tidak terlalu relevan dengan perpindahan ibu kota baru karena lebih spesifik membicarakan masyarakat. Namun teori ini tetap dapat diaplikasikan dengan memandang masyarakat, baik yang datang atau yang didatangi sebagai aktor yang berusaha memperbaiki nasibnya.
Strategi pelibatan tenaga kerja dari masyarakat lokal dapat dilakukan dengan kegiatan pemetaan karakteristik tenaga kerja lokal, pemetaan kuota afirmasi tenaga kerja lokal, dan pelatihan tenaga kerja lokal melalui pembekalan keterampilan (skilling) dan alih kompetensi (reskilling).
Hal ini harus dikerjakan jauh-jauh hari sebelum ibu kota berdiri. Sebab jika proses ini terlambat dilakukan, masyarakat setempat tidak akan mampu bersaing dengan SDM yang ada di Jawa.
3. Faktor Penghambat, perubahan sosial tidak akan selalu berjalan mulus karena seringkali dihambat oleh beberapa faktor penghambat perubahan sosial. Faktor tersebut meliputi kurangnya hubungan dengan masyarakat yang lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang terhambat, sikap masyarakat yang tradisional, adat atau kebiasaan, kepentingan-kepentingan yang tertanam kuat sekali, rasa takut akan terjadinya disintegrasi, sikap yang tertutup, hambatan yang bersifat ideologis, dan hakikat hidup.
Dalam proses perpindahannya saja, ibu kota telah mengalami banyak hambatan. Misalnya pandemi Covid-19 yang menyebabkan pembangunan molor. Hal itu juga membuat tekad yang sebelumnya bulat mengalami penggembosan. Banyak suara muncul untuk mengkaji ulang perpindahan ibu kota karena pandemi belum selesai, namun karena ada UU IKN, alasan itu tidak bisa diterima. Pembangunan harus segera dilaksanakan sebagaimana amanat undang-undang.
Perubahan yang dilakukan dengan memindahkan ibu kota itu tentu saja menimbulkan banyak persoalan, oleh sebab itu harus ada landasan penyelesaian masalah yang timbul itu selekas-lekasnya. Jangan sampai ibu kota baru memunculkan persoalan baru bagi warga sekitar.
Karena itu diperlukan sinergi pembangunan daerah sekitar kawasan IKN dengan arah pembangunan nasional di Pulau Kalimantan, secara khusus terkait pembangunan SDM dan kebudayaan. Juga diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk peningkatan kapasitas SDM di sekitar kawasan IKN diarahkan mendukung aspek lingkungan, infrastruktur dan mobilitas warga, tata kelola pemerintahan desa, ekonomi desa, kualitas hidup warga desa, serta keterampilan dan inovasi desa.
Selama ini masyarakat adat selalu terpinggirkan karena banyaknya perubahan sosial yang terjadi di sekitar mereka. Sementara masyarakat adat yang senantiasa hidup dengan bebagai peraturan adat yang diyakininya membuat mereka tidak bisa berkembang sebebas kelompok pendatang yang sudah tidak terikat dengan peraturan adat. Mereka yang terus memeluk adat dengan teguh mendapat tantangan yang tidak mudah.
Perlu juga adanya peningkatan pendampingan dan pelatihan SDM Desa berbasis TIK sehingga mampu menerapkan layanan pemerintahan, perencanaan pembangunan dan penganggaran berbasis teknologi digital. Selain itu diperlukan Pembangunan, peningkatan, dan perluasan jaringan dan akses internet, sehingga masyarakat di sekitar kawasan IKN dapat meningkatkan kemampuan melalui berbagai pelatihan yang tersebar luas di internet.
Desa adalah unsur terkecil dalam lanskap negara. Namun ketika sebuah kota besar muncul di sekitar mereka, sementara mereka masih memakai pola pikir dan gaya hidup desa, maka aka nada kesenjangan yang sangat kontras. Hal ini tentu akan berbahaya jika dibiarkan saja. Kesenjangan itu akan memunculkan kecemburuan. Dan kecemburuan itu akan memicu konflik.
Diperlukan pembangunan ekosistem digital di desa untuk mendorong tumbuhnya ekonomi digital dan pecepatan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat desa perlu di dorong agar desa menjadi subjek pelaku ekonomi melalui penyediaan SDM dan SDA di desa termasuk penciptaan ekosistem bisnis dan kewirausahaan masyarakat desa.
Masyarakat kota yang ada di IKN tentu lebih melek teknologi. Oleh sebab itu, masyarakat sekitar IKN juga harus ikut mengingbangi agar bisa saling menunjang. Tetapi teknologi biasanya akan berkembang dengan sendirinya jika sebagian masyarakat telah menggunakannya. Karena teknologi akan mengikuti perubahan yang ada di masyarakat. Meskipun teknologi sebenarnya juga sebagai pemicu perubahan itu sendiri.
SDM masyarakat sekitar IKN yang baru tentu berbeda dengan Jakarta misalnya. Oleh sebab itu diperlukan pendampingan bagi warga lokal agar tidak merasa terkucilkan karena kedatangan orang baru. Pengembangan kapasitas SDM harus sejalan dengan kearifan lokal, selaras dengan tradisi dan budaya setempat guna mendukung suksesnya pembangunan IKN.
Kesimpulan
IKN merupakan impian besar para presiden sebelumnya. Soekarno dan Soeharto telah lama mewacanakannya. Namun proses perpindahan itu baru bisa dikerjakan di era Jokowi. Penyebab perpindahan itu sendiri sebenarnya karena banyak faktor, baik yang acak maupun sitematis. Namun penyebab sitematis, yaitu melalui tekat dan kemauan Presiden Jokowi yang ingin memindahkan ibu kota di masa pemerintahannya.
Inilah yang menjadi salah satu bentuk perubahan sosial yang sangat besar. Perpindahan ibukota baru sama saja dengan sebuah revolusi. Masyarakat di sekitar ibu kota baru mendapatkan kondisi sosial-ekonomi yang sangat jauh berbeda sebelum IKN ada.
Perubahan sosial memang niscaya sifatnya, namun tanpa pengelolaan yang baik, perubahan sosial justru jadi bencana. Oleh sebab itu, IKN harus benar-benar dibangun dengan cita-cita untuk memberikan pemerataan ekonomi bagi masayarakat di Indonesia timur, khususnya Kalimantan. Tanpa cita-cita mulia itu, IKN justru berpotensi jadi ajang bancakan para kapitalis dan politisi busuk pemburu rente.
IKN merupakan simbol perubahan bagi masyarakat Indonesia. Nasib dan nama baik bangsa Indonesia bertumpu pada keberhasilan pemindahan ibukota itu. Jika sukes besar, maka akan terjadi percepatan ekonomi di Indonesia timur. Namun jika gagal, itu akan menimbulkan serangkaian bencana ikutan di belakangnya.
#Sosiologi_UNUSIA, #UNUSIA_UNGGUL, #FIS_UNUSIA.
0 Comments