Bukan Keluarga Pondok



Oleh: Muhamad Yusuf Qosim

Kami bukan berasal dari keluarga yang memiliki tradisi memondokan anak di pesantren. Orang tua kami mensekolahkan anak-anaknya di SD dan madrasah. Jadi dalam satu hari kami sekolah di dua sekolah yang berbeda. Malamnya kami ngaji di langgar tiap malam. Begitulah aktivitas harian kami. 

Tidak heran ketika kami menyatakan akan memondokan anak sulung di pesantren di Mojokerto, Jawa Timur, banyak pertanyaan diajukan kepada kami, terutama saat anak kami akan pamitan ke saudara-saudara. Serius mau mondok? Kenapa tidak di pesantren yang dekat saja? Dan beragam pertanyaan lain. 

Banyak pertimbangan kami memondokan anak. Semoga pertimbangannya bukan ikut tren. Pertimbangan kami lebih pada membekali ilmu agama. Apalagi pesantren sekarang memiliki kualitas sekolah yang bagus, tidak kalah dengan sekolah di kota non pesantren. Bahkan ada pesantren yang memiliki kurikulum Cambridge, selepas sekolah tetap mengaji di Diniyah: Al Qur'an, hadist, aqidah, akhlak, fiqih, nahwu, sharaf, dll.

Kami dalam memilih pesantren tentu saja mempertimbangkan pelajaran agamanya, terutama yang sesuai dengan tradisi ke-Islam-an kami. Islam yang penuh rahmah, toleran, dan mengakomodasi tradisi (local people). 

Dari sekian banyak pesantren yang kami survei yang masuk dalam daftar, kami menjatuhkan pilihan pesantren di Mojokerto. Kebetulan pada saat survei, putri kami setuju dengan pesantren ini. Cocok dari sisi pelajaran agama dan fasilitasnya.

Anak yang lahir dan besar di kota bukan perkara mudah untuk disuruh mondok. Biasa nge-mall. Apalagi citra pesantren yang, maaf, kumuh dan dekil masih melekat kuat di benak orang-orang kota.  

Sebenarnya banyak orang-orang kota yang ingin memondokan anaknya di pesantren. Tapi citra kumuh dan dekil yang membuat membatalkannya. Bagi orang-orang kota, terutama kelas menengah - atas, tidak masalah biaya pesantren lebih mahal yang penting fasilitas baik: kamar tidur, kamar mandi, ruang belajar, dan ruang lainnya. Dan itu tadi kualitas sekolah non pesantren. Ini hanya teknis saja, yang penting tidak mengurangi kualitas pelajaran agama di pesantren. Setidaknya bagi kami: lebih baik sedikit belajar ilmu agama sesuai dengan tradisi ke-Islam-an kita daripada tidak sama sekali. 

Memang keputusan berat memondokan anak bagi kami. Apalagi jarak Jakarta - Mojokerto bukanlah jarak yang dekat. Begitu pula meminta anak untuk mondok bukanlah hal yang ringan. Kami perlu waktu dua tahun untuk meyakinkannya. 

Semoga keputusan ini adalah yang terbaik untuk kami. Tentu yang terbaik untuk putri kami. Semoga betah dan senantiasa bahagia di pondok sana. Kami senantiasa mendoakan... 


20.07.2022

Post a Comment

0 Comments